Teks Ulasan : Jangan Buang Ibu Nak
Penulis :
Wahyu Derapriyangga
Jenis buku :
fiksi
Penerbit
: Wahyu Qolbu
Cetakan I : Jakarta,2014
Tebal
: 209 halaman
Jangan Buang Ibu
Nak
Jangan
buang ibu nak , adalah novel karya Wahyu Derapriyangga
yang menceritakan tentang perjuangan seorang ibu yang tinggal di Ibu kota. Ia
bernama Restiana,ia harus menghidupi ketiga orang anaknya yaitu Sulung,Tengah
dan Bungsu. Sulung dan Tengah adalah anak lelaki sedangkan si Bungsu adalah
perempuan. Restiana harus menghidupi ketiga anaknya tersebut semenjak suaminya
meninggal karena kecelakaan. Untung saja ia tinggal di lingkungan masyarakat
yang cukup baik, salah satunya adalah bu Sumi. Bu Sumi adalah tetangga sebelah
rumahnya yang bersedia menjaga anak-anaknya ketika Restiana sedang mencari
nafkah.
Pada
awal kisah novel ini, sang penulis Wahyu Derapriyangga menceritakan perjuangan
seorang ibu yaitu Restiana untuk menghidupi dan mendidik anak-anaknya setelah
suaminya meninggal. Kenyataan pahit yang ia alami itu bermula dari suaminya
yang meninggal karena kecelakaan, ketika menyebrangi jalan saat menjemput si
Sulung di sekolahnya. Ayahnya menghembuskan nafas terakhirnya di pangkuan si
sulung yaitu putra pertamanya. Dari situlah Restiana mulai mencari nafkah
sendiri, Restiana harus menjadi seorang ibu sekaligus kepala rumah tangga yang
tak pernah ia bayangkan dan rasakan sebelumnya. Setiap ia akan mencari nafkah
ia menitipkan si Bungsu yang masih digendong-gendong kepada bu Sumi. Perjuangan
seorang ibu ini yaitu Restiana ia jalani bersama ketiga anaknya selama puluhan
tahun lamanya. Ia harus menjalani pedihnya kehidupan yang ia jalani, namun ia
tak pernah patah semangat karena anak-anaknya selalu sayang kepadanya dan
memberikan semangat kepadanya. Puluhan tahun kini telah berlalu.
Kini
anaknya sudah ada yang menikah yaitu si Tengah, Tengah menggantungkan hidupnya
di sebuah ladang. sampai akhirnya si Bungsu pun menyusulnya, ia menikah dengan
Junaedi ia seorang Angkatan Bersenjata Republik Indonesia(Abri). Ibunya pun
Restiana tinggal bersama si Bungsu di Yogyakarta. Ia dirawat oleh Bungsu dan
Junaedi menantunya. Sampai pada suatu ketika menantunya mendapat tugas di Aceh.
Si Bungsu pun memilih untuk ikut bersama suaminya,akhirnya ibunya yang sedang
sakit stroke ia titipkan di panti jompo. Tangis sedih pun pecah saat mereka
menitipkan ibunya di panti jompo saat-saat terakhir mereka berjumpa. Si Bungsu
menangis tak tertahan, ibunya pun merasakan adanya tetesan air mata ditangannya
saat akan berpamitan. Hanya derai air mata yang membasahi pipi sang ibu saat
anaknya berpamitan. Ibunya hanya berfikir apakah ini kehendakmu ?. Ibunya
menanyakan keberadaan kak Tengah,berharap ia masih mau mengurusnya. Tetapi
Bungsu menolak karena alasan jarak yang jauh. Padahal dimasa tuanya ia ingin
diurus oleh anak-anaknya, belum lagi ia melihat berita di TV bahwa anaknya si
Sulung yang berada di Jakarta ia tertangkap polisi karena narkotika. Padahal
Sulung pernah mengirim surat bahwa ia telah di wisuda dan bekerja di Malaysia,
tapi semua itu bohong Sulung telah berhenti kuliah sejak tahun 1993.
Sekarang Restiana tak punya siapa-siapa lagi
ia hanya tinggal di panti jompo dan dirawat oleh seorang wanita yang bukan
anaknya. Ia merawatnya dengan ikhlas, Restiana menyebutnya malaikat. Restiana
masih terus berfikir tentang anak-anaknya yang melupakannya padahal
perjuangannya begitu besar. Hingga akhirnya ia jatuh sakit, dan ajal
menjemputnya pada tanggal 10 september 2011 ia meninggal tanpa ada anak-anaknya
di sampingnya dan tanpa ada anak-anaknya yang mengetahuinya. Padahal harapan
Restiana ia ingin anak-anaknya berada di sampingnya saat maut menjemputnya.
Sebelum Restiana meninggal ia memberikan secarik surat kepada malaikatnya
tentang persaannya terhadap anak-anaknya.
Kelebihan
novel ini membuat para pembaca dapat mengintrospeksi diri tentang kewajiban
seorang anak memuliakan seorang ibu, dan pembaca bisa lebih tahu teguhnya
perasaan seorang ibu ketika anak-anaknya tidak berpihak padanya. Novel ini juga
di kemas dengan bahasa yang mudah dimengerti sehingga para pembaca tidak sulit
untuk menafsirkannya. Sedangkan kekurangan novel ini adalah terdapat penulisan
yang salah,Sehingga harus diperbaiki kembali. Agar para pembaca tidak bingung
mengartikan bacaan tersebut.
Novel
ini cocok dibaca oleh semua kalangan agar semua tahu bahwa ibu adalah
satu-satunya orang yang tulus menyayangi kita tanpa pamrih,syarat,dan menerima
kita kapanpun,berkorban tanpa meminta imbalan, dan bahkan kita tidak sadar dan
tidak tahu bahwa seorang ibulah yang selalu mendoakan kita di manapun kita
berada. Hanya ibu yang tulus membahagiakan kita,ibu juga yang selalu membawa
surga kita. Ibu adalah malaikat tanpa sayap. Karena seorang ibu selalu
menginginkan anaknya sukses dan ketika ibu tiada hanya doa anaknya yang soleh
dan solehahlah yang akan selalu menyertainya. Jadi janganlah kamu sekali-kali
kurang ajar terhadap ibumu.(Mia
Fadilah/18/8G)
Komentar
Posting Komentar